Sunday 8 July 2012

Makan Malam Berujung di Afrika

Pasti tidak ada yang menyangka kalau sebuah makan malam bisa membawa saya sampai ke benua Afrika, bahkan mencapai puncak tertinggi di Afrika. Ide spontan ini muncul saat saya dan dua orang teman lelaki, Björn dan Viet, bersantap malam di sebuah restauran di Shanghai. Kedua teman saya ini selalu sibuk mondar mandir keliling Asia, Eropa dan Amerika untuk urusan kerja, sehingga jarang sekali kita bisa bertemu sekaligus bertiga. Mulanya percakapan hanya sebatas pekerjaan dan berita-berita konyol yang terjadi akhir-akhir ini, lalu dilanjutkan dengan cerita-cerita liburan kita masing-masing. Saya hanya iseng saja sewaktu berkata betapa kerennya jika saya bisa menginjakkan kaki di benua Afrika, melihat binatang-binatang liar di alam bebas, dan menikmati pemandangan salju seperti di buku The Snows of Kilimanjaro. Kedua teman saya itu hanya manggut-manggut saja lalu bilang "Yeah, why not? We can go to Kilimanjaro next, that sounds interesting."

 Kilimanjaro yang hanya pernah saya impikan ternyata bisa menjadi kenyataan

Berbeda dengan respons yang saya dapati sewaktu saya berbicara dengan teman-teman senegara. Kebanyakan menjawab "Hah? Gile loe, bahaya tau!" atau "Wah, ngapain loe ke sana? Entar diculik bajak laut Somalia!" Saya tidak tahu darimana atau mengapa mereka menganggap benua Afrika itu isinya hanya perompak Somalia saja. Siaran-siaran televisi mengenai Afrika pun tidak membantu, ceritanya hanya seputar kelaparan, penyanderaan, perang antar suku, dll. Capek rasanya buat saya untuk berusaha menjelaskan bahwa benua Afrika itu besar sekali dan memiliki kekayaan alamnya juga. Mereka masih juga tidak percaya. Saya tidak memungkiri bahwa sewaktu saya kecil saya pun berpikiran demikian (karena diajarkan seperti itu), bahwa di Afrika itu serba miskin, orang-orangnya semua busung lapar dan suka kekerasan.

                                          Afrika itu sebesar ini lho    (source: world-maps.co.uk)

Setelah makan malam tadi selesai, kita lalu sepakat bahwa kita akan berangkat ke Tanzania di bulan Januari, bertepatan dengan hari raya Imlek. Liburan Imlek yang ditetapkan pemerintah Cina panjangnya seminggu, kita hanya perlu menambah seminggu ekstra lagi untuk pergi ke Tanzania. Kita pun lalu mulai menyiapkan segala sesuatunya, mulai dari tiket pesawat, menyusun jadwal dan rute, mencari tour operator di Tanzania, sampai mendapatkan suntikan yellow fever. Saya tidak tahu bagaimana menyebut yellow fever dalam bahasa Indonesia, tetapi satu yang pasti, tidak banyak orang yang tahu di mana bisa mendapatkan suntikan ini di Jakarta. Papa saya sempat menanyakan ke salah satu rumah sakit swasta di Jakarta, lucunya mereka tidak tahu apakah vaksin yellow fever itu. Akhirnya saya pun menyerah mencari di Jakarta, kebetulan saat itu saya sedang dalam perjalanan kembali ke Shanghai melalu Singapura. Saya iseng datang ke klinik di airport Changi, hanya dalam waktu 5 menit saja, staff di klinik itu bisa memberi tahu saya di rumah sakit mana terdapat stok vaksin yellow fever. Bukannya saya membanggakan negara tetangga, tetapi memang faktanya servis mereka lebih unggul dan efisien. Memiliki transit waktu 4 jam, saya pun bergegas keluar airport dan menuju Tan Tock Seng hospital. Tidak perlu appointment ataupun prosedur macam-macam, saya mendapatkan suntikan dan buku kuning vaksinasi yellow fever dalam waktu 20 menit, disertai brosur petunjuk. 

 Petujuk mengenai travel ke Afrika Timur dari Tan Tock Seng Hospital Singapura

Rencana kita untuk ke Afrika akhirnya selesai juga. Diskusi mengenai harga dan rute pun sudah di finalisasikan dengan operator lokal di sana, Basecamp Tanzania namanya. Kita memilih untuk terbang ke Nairobi, lalu melewati perbatasan Kenya - Tanzania dengan bus umum untuk mencapai kota Arusha di Tanzania. Saat itu saya sedikit kawatir dengan repotnya perjalanan yang akan kita tempuh untuk tiba di Arusha, tetapi sisi petualang saya meyakinkan bahwa perjalanan ini akan menjadi sebuah petualangan yang menarik dan menantang!

 Inilah rute yang akan kita tempuh     (source: google map)

No comments:

Post a Comment