Perahu yang membawa kita dari pelabuhan di tepi Delta Mekong menuju ke pulau-pulau di atas sungai
Dengan perahu motor kayu,
kita menyusuri sungai Mekong. Dari awal sampai ujung, warnanya cokelat. Persis
seperti susu Ovaltine. Bisa dicoba rasanya kalau berani :) Mekong terlihat ramai dengan berbagai macam
kegiatan. Pariwisata tentu salah satunya. Selain itu, kita bisa melihat
perahu-perahu yang membawa muatan bahan bangunan melintas, lalu ada juga perahu
nelayan. Mekong memang berfungsi sebagai sarana transportasi air yang lumayan
efektif.
Awal-awalnya kita
diceritakan bahwa Delta Mekong memiliki tanah yang subur. Banyak penduduk di
sana yang bermata pencarian dari berkebun. Kita dibawa menyusuri perkebunan
buah tropis. Hal ini mungkin akan lebih menarik untuk orang bule. Untuk kita
yang orang Asia, kita sudah tau bagaimana bentuknya pohon pisang, mangga, apel,
buah naga dan lain-lain. Saya dan mama berjalan menyusuri perkebunan ini sambil
berkomentar, “ Yang seperti ini juga bisa dijadikan obyek pariwisata ternyata.”
Perahu yang lalu-lalang sambil membawa muatan pasir; dan perkebunan buah-buahan yang dijadikan obyek wisata
Bagi saya, yang lebih
menarik di perkebunan ini adalah 2 anak kecil yang tengah bersenda-gurau. Saya
mencoba menyapa mereka. Sayang sekali, mereka tidak bisa berbahasa Inggris.
Saya pun tidak bisa berbahasa Vietnam. Meskipun kita mencoba berkomunikasi
dalam 2 bahasa yang berbeda, ternyata ada 1 bahasa universal yang jitu...
kamera!!!. Mereka ternyata suka berpose. Tangan mereka langsung terangkat dan
menyimbolkan “peace”, senyum mereka pun sangat sumringah.
"Peaaacceee...," kata 2 anak kecil ini
Di ujung perkebunan,
sudah menunggu perahu sampan. Wahhh..., jumlahnya banyak sekali. Semuanya
seragam berwarna biru. Delta yang sempit itu pun penuh dengan sampan-sampannya.
Ternyata, kalau Itali bisa memiliki Venice dengan gondolanya, Vietnam pun bisa
punya Delta Mekong dengan sampannya.
Usia para pendayung
sampan itu sangat beragam. Tua muda lelaki perempuan , semua ada. Bahkan ada
yang sudah jadi kakek nenek. Melihat hal seperti itu, tentu kita terpikir akan
semangat hidup mereka. Setiap hari mereka harus turun ke delta dan mendayung
sampan untuk turis. Di luar itu, mereka juga memiliki mata pencarian sebagai
nelayan. Ikan air tawar di sini terkenal enak untuk digoreng kering (sedikit
mirip gurame).
Tua-muda, rupanya pekerjaan mendayung sampan di Delta Mekong tidak mengenal umur
Ikan air tawar dari Delta Mekong, yang dipanggil ikan kuping gajah (atau tilapia). Rasanya mirip dengan ikan gurame.
Sampan kita bergerak
perlahan menyusuri gang yang sempit. Tidak jarang perahu kita bertabrakan
dengan perahu yang datang dari arah yang berlawanan. Para pendayung sampan itu
saling kenal satu sama lain. Mereka selalu mengucapkan salam apabila bertemu.
Hasilnya, gang sempit yang harusnya sepi itu akhirnya ramai dengan sapaan-sapaan
ramah dari para pendayung.
Di sepanjang gang kecil
itu dihiasi dengan tanaman-tanaman rawa yang tumbuh di sisi-sisinya. Sebagian
besar adalah ranaman palem, yang terkadang daunnya menghempas sampan kita.
Selain itu, ada juga pohon buah-buahan yang lain. Di antara pohon dan air, tentu
saja ada tanah belumpur. Ada kalanya kita bisa melihat ikan yang bermain
perosotan di lumpur tersebut. Hmm.., mungkin ikan tersebut yang akan menjadi
santapan kita siang ini.
Perjalanan kita di Delta
Mekong membawa kita ke sebuah desa lagi. Di desa ini ditunjukkan bahwa penduduk
di sini juga memproduksi jajanan-jajanan pasar yang betuknya mirip dodol. Bahan
baku utamanya adalah gula dan kelapa. Selain itu, mereka juga menunjukkan
peternakan lebah madu mereka. Salah satu pemuda di desa itu menantang kita untuk
mencicipi madu dari sarang lebah yang dibawanya. Merasa sedikit tertantang,
saya coba masukkan jari kelingking saya ke arah lebah-lebah yang tengah
menghasilkan madu tersebut. Ternyata lebahnya tidak merasa terganggu, jari saya
pun aman dari sengatan lebah.
Saya mencoba memasukkan jari kelingking saya ke dalam sarang ratusan lebah madu
Industri kecil dari warga
Delta Mekong ini sangat didukung oleh pemerintah setempat untuk mensejahterakan
masyarakat di sini. Dan terlebih lagi, hampir segala sesuatu yang menurut saya
sebenarnya sangat sederhana, ternyata bisa dijadikan atraksi untuk pariwisata.
Bayangkan saja, dari perkebunan buah-buahan, naik sampan di gang-gang kecil,
industri kecil budidaya lebah madu dan dodol, sampai bersepedaan keliling desa
pun bisa dijual.
Bersepeda keliling desa dan menemui poster bergaya komunis tentang kesejahteraan keluarga
Saya tidak menyia-nyiakan
kesempatan untuk bersepeda keliling hutan pisang, hutan kelapa, desa-desa dan
pusat kota. Mama memilih untuk bersantai di atas buaiyan (hammock). Saya
bersepeda sendiri berkeliling pulau. Melewati jalan setapak menembus hutan
kelapa dan melihat betapa sederhananya kehidupan masyarakan di sana. Mungkin
sebenarnya pemandangan ini tidak jauh berbeda dengan desa-desa di Indonesia.
Tetapi bagi saya yang selalu tinggal di kota, kehidupan kampung yang sederhana
ini justru malah menggugah hati.
Di tengah jalan, ada
kakek tua berbadan kurus dan berperut buncit. Bertelanjang dada dan berdiri di
luar pagar rumahnya. Dia terus-menerus menatap saya. Saya pikir, mungkin dia
hanya penasaran dengan turis yang bersepedaan. Tiba-tiba dia menghentikan
sepeda saya. Dan ternyata, dia mau minta uang.
Waduh.., saya pikir saya salah apa. Kalau sudah begitu, ya mau tidak mau
saya beri dia uang dengan imbalan dia mau supaya saya foto. Saya sebenarnya
tidak setuju dengan perilaku ini. Tapi apa boleh dibuat, kita berdua memiliki
kebutuhan. Si kakek butuh uang, saya butuh foto.
Si kakek kurus berperut buncit yang minta uang pada saya
Sekolah dasar yang sederhana dengan anak-anak yang tengah bermain-main
Selanjutnya, saya
melewati sekolah SD di kampung tersebut. Lagi-lagi tidak banyak bedanya dengan
SD lokal di Indonesia. Ada tiang bendera yang berdiri di halaman sekolah.
Terlihat juga anak-anak sekolah yang bermain-main. Sepertinya sedang jam
istirahat buat mereka. Saya hanya berdiri saja di luar pagar sambil mengamati.
Tiba-tiba lewat seekor kuda dengan delman yang membawa 2 turis bule. Wahhh,
buyar semua lamunan saya tentang kehidupan lokal di tempat ini.
2 turis bule yang menunggang delman untuk melihat-lihat kehidupan sederhana di desa Delta Mekong
Baca petualangan sebelumnya di Ninh Binh
wow.. asyik...
ReplyDeletedan ikan gorengnya... hmmmm... yummy... :)