Tidak salah lagi!!! Hari ini kita akan mengunjungi Petra yang
terkenal. Dalam bahasa Yunani kuno dan Arab, Petra berarti batu. Persis seperti
artinya, Petra adalah sebuah kota peninggalan bangsa Nabatean yang membentuk
kotanya dari hasil pengukiran bukit-bukit batunya. Karena bentuknya yang
impresif dan kaya akan sejarah, Petra merupakan destinasi utama turis di
Jordan.
Sebelum kita sampai di
sini, kita sudah banyak mendengar cerita tentang Petra dan betapa mengagumkan
karya arsitekturnya. Sebelumnya, kita juga sudah mendapat sedikit cuplikan dari
tur malam kita di Petra. Meski demikian, tentu saja kita masih memiliki harapan
tinggi akan keindahan tempat ini di bawah sinar matahari.
Langit biru menaungi
Petra pagi itu. Udara pagi yang sejuk menyelimuti lautan gunung batu. Hari itu
kita disambut oleh pemandu kita yang namanya Nem. “My name is Nem,” begitu
sapanya.
"My name is Nem!" dan inilah aktor figuran yang mengaku pernah minum teh bareng Harrison Ford
Nem memperkenalkan diri
sebagai aktor yang pernah muncul selama 1menit 51 detik di film Indiana Jones.
Dia bercerita kalau dia memerankan salah satu tokoh prajurit yang mati 2 kali.
Sampai saat ini, kita masih meragukan kata-katanya dan belum sempat memastikan
kebenarannya.
Nem juga bercerita soal
kunjungan perdana menteri Italia, Berlusconi ke Petra hari itu. Ya, dia akan ada di
sana sekitar jam 10-11 pagi hari. Akan sangat menarik untuk bertemu presiden
Italia di Jordan. Tetapi, saya dan Inji langsung memutuskan bahwa petualangan
Petra jauh lebih menarik daripada hanya melihat Berlusconi dari kejauhan.
Seperti yang telah saya
sebutkan sebelumnya, Petra adalah kota yang menyimpan banyak peninggalan dari
jaman Nabatean. Sebelum kunjungan ini, saya terus terang belum pernah mendengar
keberadaan bangsa Nabatean. Rupanya mereka adalah bangsa kuno di Jordan yang
belakangan dikalahkan oleh bangsa Yunani-Roman dan lama-lama punah dari
peradaban. Kota tua Petra adalah salah satu peninggalan mereka yang paling
megah dan hebat. Selain itu, kota tua ini juga pernah diakui sebagai ibu kota
peradaban bangsa Nabatean.
Pusat kota Petra
Dibangun sekitar tahun 1550-1292 SM, Petra
menyimpan misteri yang layak untuk ditelusuri. Awal perjalanan kita disambut
oleh lorong panjang yang dipanggil The Siq. Lorong panjang yang dibatasi dua
permukaan batu yang tinggi, konon kabarnya berguna untuk mengalihkan banjir
besar yang melalui dataran tersebut. Selain itu, kita juga diperlihatkan sistem
pengairan yang luar biasa di kota Petra, di
mana air bersih dipisahkan dan disalurkan untuk dikonsumsi penduduk
kota. Warna-warna batu di sepanjang lorong panjang itu sangat menawan. Hampir
di setiap sudut, kita terpukau dengan warna batu yang dimandikan cahaya
matahari. Kadang berwarna kuning, oranye, coklat, merah sampai ungu.
Warna-warna batu tersebut terus berubah karena sudut matahari yang juga terus
bergerak.
Gerbang masuk 'the Siq'
Bedouin dengan unta nya
Warna-warna batu di Petra yang warna-warni
Di sepanjang lorong, kita
bisa melihat ukiran-ukiran dan pahatan yang dibuat oleh bangsa Nabatean. Kita
bisa melihat ukiran-ukiran berupa kereta kuda ataupun onta. Dan akhirnya kita
sampai di ujung lorong, di mana Al-Khaszeh mulai memperlihatkan kemegahannya.
Al-Khazneh (the Treasury) adalah salah satu peninggalan kuil yang masih paling
terjaga dan komplit. Hal itu dikarenakan lokasinya yang membelakangi arah
angin.
Dari sana kita bisa
melihat adanya pengaruh yang kuat dari arsitektur Romawi dan Yunani. Terutama
dari kemegahan kolom Korintian yang sangat dekoratif. Al-Khazneh bukan istana.
Al-Khazneh digunakan sebagai tempat pemujaan. Sebenarnya kebanyakan bangunan di
Petra adalah tempat pemakaman. Mirip dengan budaya borjuis jaman sekarang,
orang yang memiliki harta akan membuat tempat pemakaman yang mewah dan diukir
khusus oleh arsitek. Berbeda dengan makam orang kebanyakan yang dibuat oleh
tukang biasa.
Seekor unta tengah beristirahat di depan Al-Khazneh
Selepas dari Al-Khazneh,
kita berjalan menyusuri jalan utama di kota Petra. Di sepanjang jalan tersebut,
kita bisa melihat teater, kuil-kuil, dan termasuk reruntuhan gerbang Hadrian
yang megah juga. Dari situ kita bisa menyimpulkan bahwa kota tua Petra disusun
dengan hirarki yang teratur; ada jalan utama yang berfungsi sebagai jalur
sirkulasi utama, dan segala sesuatu yang lain disusun sepanjang jalan utama
tersebut dengan gang-gang kecil di antaranya.
Di kejauhan kita juga
bisa melihat puncak gunung Harun, tempat Nabi Harun dimakamkan oleh nabi Musa.
Puncak gunung yang keputihan itu memperlihatkan kemegahan alam di mana puncak
tersebut berfungsi sebagai titik yang paling agung. “Perlu waktu kurang lebih 6
jam kalau mau mendaki ke sana,” kata Nem. Sayangnya, kita tidak punya waktu
sebanyak itu.
Pucuk berwarna putih itulah yang disebut gunung Harun
Akhirnya Nem melepas kita
untuk jalan-jalan sendiri. Dia terlihat sangat terburu-buru, mungkin karena dia
mau mengejar Berlusconi. Langsung saja, saya dan Inji melanjutkan petualangan
ala Indiana Jones. Kurasakan matahari sudah semakin tinggi, dan ini saatnya
untuk menanggalkan beberapa lapis baju kita supaya lebih mudah untuk bergerak.
Seperti kebanyakan orang,
destinasi utama kita adalah mencapai El Deir (kuil utama di atas bukit). Kita
mendapat informasi yang simpang siur, beberapa bilang butuh 4 jam, beberapa bilang
butuh 2 jam. Saya dan Inji percaya bahwa kita lebih baik dari kebanyakan orang,
dan kita pasti lebih kuat dan lebih cepat. Hahaha... Sepanjang perjalanan ada ratusan
Bedouin (bangsa nomad di Jordan) yang menawarkan jasa keledai. Ok, saya sedikit
melebih-lebihkan, bukan ratusan, tetapi cukup banyak. Sampai capai mulut ini
menolak tawaran mereka. Bukannya sombong, tetapi keledai-keledai itu bau sekali
dan gembel. Bayangkan kalau kulit saya harus bergesekan dengan keledai-keledai
jorok itu.
Keledai dekil yang tengah menunggu penumpang untuk mendaki bukit batu Petra
Kita mulai mendaki gunung
batu itu satu langkah demi satu langkah. Perlahan tapi pasti, begitu semboyan
kita. Perjalanan ke atas tidaklah terlalu buruk. Sebabnya, rute untuk ke atas
sudah dirapikan oleh pihak pengelola sehingga mudah untuk dilalui. Di tengah
perjalanan, saya dan Inji seiring bercanda membicarakan barang baru yang kita
lihat sambil terus makan camilan sehat yang kita beli di supermarket malam
sebelumnya. Saya dan Inji merasa bahwa kita mirip 2 ekor marmut yang tidak bisa
diam mengunyah.
Di tengah perjalanan,
kita menemui kedai kecil yang keren sekali. Restorant di atas gunung, demikian
namanya. Kita memutuskan untuk berhenti sebentar untuk menikmati teh Bedouin
dan pemandangan luas bukit-bukit batu. Restorannya kecil, tapi sangat menarik.
Restoran kecil itu terbuat dari bangunan kayu yang sederhana. Hamparan-hamparan
karpet Bedouin yang kaya warna menutupi semua tempat duduk yang tersedia.
Inji melepas lelah di restoran di atas bukit
Tidak lama dari situ,
kita akhirnya tiba di Al Dei. Ukiran batu yang kokoh berdiri dengan megahnya di
tengah padang terbuka. Di sekitarnya, kita juga bisa melihat banyak kuil-kuil
lain,tetapi Al Dei adalah yang termegah di atas bukit itu. Saya berusaha
menjepret foto dari berbagai sudut, dan saya menemukan sudut terindah untuk
menikmati Al Dei adalah dari atas bukit di seberangnya. Saya dan Inji juga
menyusun tumpukan batu yang menandakan kita pernah di sana. Inji selalu memberi
sentuhan spesial dengan menyisipkan dedaunan di antara batu tersebut.
Inji sedang bergaya seperti superman di depan Al Dei.
Ini dia batu kita. Lihat! Ada dedaunannya juga!
Tak jauh dari Al Dei,
banyak terpasang tanda jalanan yang mengarahkan ke “akhir dunia”, “pemandangan
pegunungan Palestina” dan “pemandangan terindah di dunia”. Kadang saya merasa
geli dengan deskripsi yang mereka gunakan.
Tanda-tanda jalanan di Petra
Kita memilih untuk
berjalan menuju pegunungan Palestina. Benar saja! Salah satu pemandangan
terindah di dunia. Pegunungan Palestina terlihat sebagai latar belakang
pegunungan batu Jordan. Kontras warnanya. Hitam di depan dan kuning keemasan di
belakang. Kita memutuskan untuk menikmati camilan lagi dan beristirahat
sejenak. Saya berpikir, bila ada orang yang hanya menghabiskan waktu 15 menit sampai 2 jam saja di Petra dan
melewatkan pemandangan ini, alangkah ruginya.
Bukit Palestina yang kuning keemasan
Perjalanan ke bawah tidak
se-asyik perjalanan ke atas. Hal ini
dikarenakan bertambahnya jumlah wisatawan di siang hari. Di samping itu, banyak
keledai dan kuda yang lalu lalang.
Kita melanjutkan
petualangan kita melihat gereja peninggalan Byzantium dan karya mosaicnya, lalu
4 kuil yang berjejer di atas bukit (salah satunya adalah silk temple) dan
lain-lain (seandainya saya ahli arkeologi, saya akan menjelaskan semuanya
hahaha).
Ukiran mosaic peninggalan era Byzantium
4 kuil yang berjejer di atas bukit
Salah satu pemandangan
yang membuat saya terkesima adalah pemandangan tentang ketidak-adaan. Apa
maksudnya? Saya tidak bermaksud membuat bingung, tetapi coba bayangkan tempat
di mana perang barusan terjadi. Tidak ada pohon, kering kerontang, pasir dan
debu, batu-batu berserakan di mana-mana dan banyak gua-gua di permukaan bukit.
Nahh.. pemandangan seperti itu membuat saya dan Inji berpikir. Ini waktunya
untuk akting jadi prajuri gerilya. Langsung saja saya pakai syal khas dengan
motif Palestina (keffiyeh atau hatta namanya). Saya ambil ancang-ancang untuk menjalankan
aksi selanjutnya. Lalu saya mulai
berlari dengan gaya yang sangat meyakinkan dan cciiiiaatttt... kita beraksi!!!
Kalau kurang kerjaan, ya begini ini jadinya...
Petualangan di Petra
tentu belum lengkap tanpa pertemuan dan interaksi dengan suku Bedouin. Seorang lelaki
Bedouin cilik menarik perhatian kita. Mukanya lucu dan sangat nakal, senyumnya
jenaka dan rambutnya ikal. Dia tengah bermain dengan keledai dan tongkatnya.
Dia terus-terusan berteriak menggoda keledainya sambil tersenyum. Selain
mukanya yang lucu dan nakal, yang menarik perhatianku adalah sepatunya yang
unik. Dia mengenakan sepatu crocs warna merah muda. Mungkin bekas kakak
perempuannya.
Lihat mukanya dan senyum nakalnya
Di akhir petualangan,
kami berpapasan dengan segerombolan wisatawan dengan jaket oranye. Ini pertama
kalinya kita berjumpa sesama Indonesia dalam petualangan Jordan kita. Mereka
tengah memandangi Al Khazneh sambil berpose di depannya. Setelah selesai
mengabadikan foto, mereka langsung berbalik arah dengan kereta kudanya dan
meninggalkan Petra. Saat itu, saya berpikir... Saya telah membuat keputusan
yang lebih baik dari mereka. Saya menikmati Petra yang sesungguhnya, bukan
hanya menikmati ‘postcard moment’.
Informasi lebih lanjut
tentang Petra : klik di sini :)
Baca petualangan sebelumnya di Mukawir, Karak dan Little Petra
Baca petualangan sebelumnya di Mukawir, Karak dan Little Petra
No comments:
Post a Comment