Madaba mempunyai karakter unik sebagai ibukota mosaic di Jordan.
Byzantium dan Ummayad mosaic panggilannya. Madaba mendapat banyak
pengaruh dari era keKristenan yang dibawa oleh Byzantium dan era Islam
yang dibawa pemerintahan Ummayad. Hal ini membuat Madaba sebagai kota
yang sangat menarik yang berhiaskan mosaic warna-warni paduan dari
budaya Kristen dan Islam.
Pedagang asongan di Madaba mencoba menawarkan buah di gerobaknya.
Kita dibawa menuju gereja Ortodok Yunani St. George untuk melihat
karya Byzantium yang berupa mosaic dari areal tanah suci. Namun,
sesampainya di sana, kita mendapatkan bahwa gereja belum dibuka untuk
umum. Masih ada misa yang berlangsung. Rasa ingin-tau saya tiba-tiba
muncul. Saya ingin mendengar dan melihat yang terjadi di dalam gereja.
Alasannya, ini merupakan sesuatu hal yang tidak biasa. Di Indonesia,
bahasa Arab hampir selalu di asosiasikan dengan agama Islam. Yang
terjadi di St. George, mereka menjalankan ibadah dalam bahasa Arab. Saya
yang tidak mengerti bahasa tersebut tentu saja tidak bisa membedakan
apabila ibadah tersebut dijalankan di masjid ataupun gereja. Bagi saya,
ini merupakan pengalaman yang luar biasa.
Saya dan Inji sempat melihat peninggalan mosaic di dua tempat, St.
George Greece Orthodox Church dan Ruin of Virgin Mary Church. Saya juga
sempat berkenalan dengan anak perempuan yang nakal yang sempat dengan
isengnya memukul bokong saya dan lari sambil tertawa-tawa.
Ini dia! Si badung dari gereja St. George
Peta yang menunjukkan tanah suci, dari sungai Jordan, Bethlehem, Jerusalem Laut Mati dan lainnya
Dari Madaba, kita melanjutkan perjalanan ke gunung Nebo, tempat wafatnya
Nabi Musa. Dari gunung Nebo terbentang pemandangan luas tanah suci. Di
sana kita bisa melihat arah ke Betlehem, Laut Mati dan lain-lain.
Pemandangan di sana sangat memukau. Padang rumput yang luas dengan bunga
liar berwarna-warni bagaikan karpet yang indah menyelimuti tanah suci.
Tidak heran apabila Nabi Musa memilih tempat ini untuk kembali ke Tuhan,
begitu pikir saya.
Musim semi telah tiba bersama dengan bunga-bunga liar yang menyelimuti gunung Nebo
Di sinilah Nabi Musa berdiri memandangi tanah perjanjian
Prasasti makam nabi Musa
Sesudah mengunjungi gunung Nebo, kita melanjutkan perjalanan ke
destinasi terakhir untuk hari itu, Laut Mati yang terkenal. Saya dan
Inji sudah siap dengan losion anti matahari, kacamata hitam, topi dan
baju berenang. Kita tidak sabar untuk langsung mencelupkan diri ke Laut
Mati, di mana kabarnya, tubuh kita tidak akan bisa tenggelam.
Sesampainya di resort tepi Laut Mati, kita langsung berlarian menuju
laut. Sudah banyak turis di sana yang menikmati hangatnya matahari
sambil membentangkan tubuh di atas laut. Sangat mengagumkan, tubuh kita
benar-benar tidak tenggelam sama sekali! Bahkan untuk berenang saja
sulit rasanya. Air laut yang luar biasa asinnya itu seakan-akan
terus-terusan mendorong badan kita untuk tetap mengapung.
Akibat kandungan garam yang berlebihan, bagian badan yang kering
terasa sangat pedih. Untung saja, kunjungan ke Laut Mati ini adalah
bagian perjalanan hari kedua kita. Bayangkan apabila ini adalah hari
terakhir dari perjalanan, akan sangat sulit menikmati pengalaman
mengapung di Laut Mati.
Asyik kan!!! Tubuh kita mengapung bagaikan gabus. Mau mencoba tenggelam sekuat tenaga pun, pasti akan gagal.
Di pinggir pantai, sudah tersedia juga lumpur hitam dari Laut Mati
untuk pengunjung yang ingin melumuri tubuh dengan mineral dari Laut
Mati. Tentu saja kita tidak mau ketinggalan. Kita mulai proses melumuri
tubuh dengan lumpur yang hitam pekat itu. Tangan, kaki, leher, muka,
tidak ada bagian tubuh yang ketinggalan. Siapa tau, setelah ini, kulit
saya bisa selicin sutera dari China.
Sekarang tidak ada lagi ras manusia yang berbeda. Semua terlihat
sama. Kulit hitam! Tidakkah itu menakjubkan! Tapi tentu saja,
keaneka-ragaman akan lebih indah.
Kita memutuskan untuk kembali ke Amman untuk melewati malam. Selain
mahal, kita rasa, tidak banyak yang bisa dilakukan di Resort Hotel di
Laut Mati. Laut Mati tidak seperti laut pada umumnya yang bisa dinikmati
berjam-jam lamanya.
Transformasi menjadi dakocan
Baca petualangan sebelumnya di Jerash
No comments:
Post a Comment