Dari Aqaba kita dapat melihat 4 negara berbeda: Jordan, Israel, Arab Saudi dan Mesir
Diambil dari: BBC
Aktifitas
yang paling populer di Aqaba adalah menyelam dan snorkeling di Laut
Merah. Mohammad menyarankan agar kita naik yacht (sejenis kapal
pesiar kecil) untuk bersnorkeling ria di tengah laut. Yacht yang kita
tumpangi bisa menampung sekitar 15-20 orang. Pada hari itu sebagian
besar anggota yacht kita adalah turis Spanyol yang tidak terlalu bisa
bahasa Inggris. Grup Spanyol ini mayoritas beranggotakan ibu-ibu
setengah baya yang gemuk-gemuk. Saya dan Titine lumayan syok melihat
salah satu ibu-ibu dengan pedenya berganti bikini di tengah kapal.
Tidak hanya sekali saja, tapi beberapa kali gonta-ganti baju renang.
Sepertinya dia mau memamerkan tubuhnya ke orang-orang, mungkin tidak
sadar kalau badannya tidak menarik malah bikin eneg. Selain ibu
centil itu juga ada seorang pemuda yang kakinya dibalut dan jalan
terpincang-pincang. Saya dan Titine tidak habis pikir, mungkin
orang-orang Spanyol sangat mencintai laut sampai-sampai kaki pincang
pun masih mau snorkeling-an.
Si ibu Spanyol itu berganti bikini di atas dek kapal yang terbuka, weleh-weleh...
Bendera negara Jordan di perbatasan
Inilah Laut Merah
Penduduk lokal pun senang bermain-main di pantainya
Seorang ibu ber-burkini supaya bisa berenang di laut
Tibalah
saatnya yang kita nanti-nanti, yaitu nyemplung di Laut Merah.
Sebelumnya kita diberi instruksi untuk berhati-hati sewaktu berenang,
agar tidak merusak koral di laut. Untuk sekedar informasi,
koral-koral di laut membutuhkan waktu sekitar 1 tahun untuk tumbuh
0.5cm. Bayangkan jika kita tidak sengaja telapak kaki menginjak dan
mematikan koral sebesar itu, butuh berapa puluh tahun untuk pulih
kembali?
Saya agak ragu untuk nyemplung karena banyak ubur-ubur seperti ini
Kesan pertama sewaktu menceburkan diri: DINGIN! Suhu airnya mungkin di bawah 20 derajat, saya berenang sambil menggigil, demi melihat kehidupan bawah laut. Tempat kita bersnorkeling dalamnya hanya sekitar 3-5m, semua koral-koral dan ikan-ikannya terlihat lumayan jelas dan cantik. Saya yakin menyelam di Laut Merah ini pasti menarik sekali keaneka ragaman penghuni lautnya.
Penghuni Laut Merah di kedalaman 2-3 meter
Koral-koral dengan ikan-ikan kecil lalu lalang di sela-selanya
Koral seperti ini butuh ribuan tahun untuk tumbuh, tetapi cukup beberapa detik saja untuk menghancurkannya
Ikan ini perenang yang sangat pelan dan miring-miring kalau berenang
Ubur-ubur dengan santainya mengapung-ngapung
Setelah
puas bersnorkeling, saya dan Titine kembali ke atas kapal untuk
menikmati makan siang. Tidak tahu apakah karena lapar atau karena
kebanyakan terkumur air laut atau apa, hummus dan ayam bakar yang
disajikan di kapal rasanya jadi enak sekali. Saya jadi ingat waktu
kecil sering diajak papa berenang di kolam renang siang-siang lalu
makan sate Padang sesudahnya, hmm…sampai sekarang saya masih
terngiang-ngiang betapa enaknya rasa sate Padang waktu itu.
Lokasi
tempat kita bermain air ternyata tidak jauh dari hotel, Tala Bay nama
daerahnya. Daerah ini termasuk lumayan baru dan agak jauh dari pusat
kota Aqaba, perlu sekitar 20 menit berkendaraan. Daerah Tala Bay di
dominasi oleh resort-resort megah dengan pantai pribadinya. Tidak
terdapat hotel bintang tiga di sini, semuanya berkelas bintang empat
atau lima. Resort yang kita tempati bernama Marina Plaza, sangat
megah bagi saya yang biasanya backpacking dan tinggal di hostel.
Seleksi sarapan pagi yang ditawarkan pun luar biasa banyak
macamnya.Sayang sekali saya sedang berpuasa saat itu, jadi tidak bisa
terlalu menikmati makanan-makanannya. Satu-satunya yang kurang baik
di tempat ini adalah pengaturan shuttle bus ke pusat kota Aqaba.
Dalam satu hari hanya tersedia 1 shuttle bus kecil pada jam-jam
tertentu. Jika bus sudah penuh, kita terpaksa harus naik taksi yang
tarifnya lumayan mahal dan tanpa argo. Saya tidak mengerti mengapa
hotel sebesar ini tidak bisa menyediakan fasilitas shuttle bus yang
lebih banyak, padahal tamu-tamu hotelnya ratusan orang per hari.
Banyak wanita memakai burkini di tempat umum, saya penasaran apakah burkini boleh di pakai di Aceh?
Malam
hari itu kita menyempatkan diri untuk melihat-lihat pusat kota Aqaba.
Karena Mohammad tidak tinggal di Tala Bay dan shuttle bus hotel sudah
full, demi hemat kita berbagi taksi dengan orang lain untuk pergi ke
kota. Lumayan lah, duit sisa taksi bisa dipakai untuk membeli
shawarma buat kita berdua. Sok-sokan bergaya lokal, kita memilih
membeli makanan di restoran kecil yang menunya tidak ada bahasa
Inggrisnya. Untung saja penjualnya cukup sabar dan ramah melayani.
Kita berdua seolah-olah menjadi pusat perhatian di restoran itu,
bahkan mengundang perhatian dua anak kecil laki-laki yang kira-kira
seumur SD. Mereka berdua bertanya-tanya non-stop dalam bahasa Arab.
Saya hanya menangkap kata-kata seperti "...Jacky Chan?",
lalu bocah yang satu lagi menunjuk ke temannya "...crezi,
...crezi" sambil memutar-mutar tangannya di samping kepala. Saya
dan Titine tidak mengerti apa yang dibicarakan, tapi lumayan lucu dan
menghibur si dua bocah bawel ini.
Suasana malam hari di Aqaba, seperti pasar malam
Suasana
di downtown Aqaba ternyata jauh lebih meriah dibandingkan kota-kota
lain di Jordan yang telah kita kunjungi. Hiruk pikuknya mengingatkan
saya dengan pertokoan di Hong Kong. Toko yang paling populer di sana
adalah toko yang menjual kacang-kacangan. Setiap pembeli paling tidak
membawa dua bungkus besar seperti bersiap-siap mau lebaran saja. Saya
tidak menyangka juga kalau Indomie sangat dikenal oleh masyarakat
Jordan. Hampir di setiap toserba pasti menjual Indomie. Papan-papan
iklan Indomie dalam bahasa Arab sering terpampang di pinggir jalan,
saya tidak mengenal tulisannya, tapi warnanya identik sekali dengan
Indomie.
Pedagang kain dan syal khas Jordan
Toko penjual kacang, meriah sekali hiasan-hiasan di setiap tokonya
No comments:
Post a Comment