Saturday 9 June 2012

Laut Merah, Bule Topless dan Burkini

Setelah berhari-hari diajak melihat reruntuhan kota tua dan padang pasir, akhirnya kali ini kita bisa berganti suasana. Tidak jauh letaknya dari Wadi Rum, kitapun tiba di sebuah kota pelabuhan bernama Aqaba, sekitar satu jam dengan mobil. Kota Aqaba ini merupakan satu-satunya jalur maritim Jordan, tidak mengherankan jika populasi orang asing (imigran) di sini lumayan banyak dibanding dengan kota-kota lain di Jordan.

 Dari Aqaba kita dapat melihat 4 negara berbeda: Jordan, Israel, Arab Saudi dan Mesir
Diambil dari: BBC

Aktifitas yang paling populer di Aqaba adalah menyelam dan snorkeling di Laut Merah. Mohammad menyarankan agar kita naik yacht (sejenis kapal pesiar kecil) untuk bersnorkeling ria di tengah laut. Yacht yang kita tumpangi bisa menampung sekitar 15-20 orang. Pada hari itu sebagian besar anggota yacht kita adalah turis Spanyol yang tidak terlalu bisa bahasa Inggris. Grup Spanyol ini mayoritas beranggotakan ibu-ibu setengah baya yang gemuk-gemuk. Saya dan Titine lumayan syok melihat salah satu ibu-ibu dengan pedenya berganti bikini di tengah kapal. Tidak hanya sekali saja, tapi beberapa kali gonta-ganti baju renang. Sepertinya dia mau memamerkan tubuhnya ke orang-orang, mungkin tidak sadar kalau badannya tidak menarik malah bikin eneg. Selain ibu centil itu juga ada seorang pemuda yang kakinya dibalut dan jalan terpincang-pincang. Saya dan Titine tidak habis pikir, mungkin orang-orang Spanyol sangat mencintai laut sampai-sampai kaki pincang pun masih mau snorkeling-an. 
 
 Si ibu Spanyol itu berganti bikini di atas dek kapal yang terbuka, weleh-weleh...

Bendera negara Jordan di perbatasan 
Inilah Laut Merah 
 Penduduk lokal pun senang bermain-main di pantainya
 Seorang ibu ber-burkini supaya bisa berenang di laut

Tibalah saatnya yang kita nanti-nanti, yaitu nyemplung di Laut Merah. Sebelumnya kita diberi instruksi untuk berhati-hati sewaktu berenang, agar tidak merusak koral di laut. Untuk sekedar informasi, koral-koral di laut membutuhkan waktu sekitar 1 tahun untuk tumbuh 0.5cm. Bayangkan jika kita tidak sengaja telapak kaki menginjak dan mematikan koral sebesar itu, butuh berapa puluh tahun untuk pulih kembali?

 Saya agak ragu untuk nyemplung karena banyak ubur-ubur seperti ini

Kesan pertama sewaktu menceburkan diri: DINGIN! Suhu airnya mungkin di bawah 20 derajat, saya berenang sambil menggigil, demi melihat kehidupan bawah laut. Tempat kita bersnorkeling dalamnya hanya sekitar 3-5m, semua koral-koral dan ikan-ikannya terlihat lumayan jelas dan cantik. Saya yakin menyelam di Laut Merah ini pasti menarik sekali keaneka ragaman penghuni lautnya. 

 Penghuni Laut Merah di kedalaman 2-3 meter

 Koral-koral dengan ikan-ikan kecil lalu lalang di sela-selanya

Koral seperti ini butuh ribuan tahun untuk tumbuh, tetapi cukup beberapa detik saja untuk menghancurkannya

 Ikan ini perenang yang sangat pelan dan miring-miring kalau berenang

Ubur-ubur dengan santainya mengapung-ngapung

Setelah puas bersnorkeling, saya dan Titine kembali ke atas kapal untuk menikmati makan siang. Tidak tahu apakah karena lapar atau karena kebanyakan terkumur air laut atau apa, hummus dan ayam bakar yang disajikan di kapal rasanya jadi enak sekali. Saya jadi ingat waktu kecil sering diajak papa berenang di kolam renang siang-siang lalu makan sate Padang sesudahnya, hmm…sampai sekarang saya masih terngiang-ngiang betapa enaknya rasa sate Padang waktu itu. 

Lokasi tempat kita bermain air ternyata tidak jauh dari hotel, Tala Bay nama daerahnya. Daerah ini termasuk lumayan baru dan agak jauh dari pusat kota Aqaba, perlu sekitar 20 menit berkendaraan. Daerah Tala Bay di dominasi oleh resort-resort megah dengan pantai pribadinya. Tidak terdapat hotel bintang tiga di sini, semuanya berkelas bintang empat atau lima. Resort yang kita tempati bernama Marina Plaza, sangat megah bagi saya yang biasanya backpacking dan tinggal di hostel. Seleksi sarapan pagi yang ditawarkan pun luar biasa banyak macamnya.Sayang sekali saya sedang berpuasa saat itu, jadi tidak bisa terlalu menikmati makanan-makanannya. Satu-satunya yang kurang baik di tempat ini adalah pengaturan shuttle bus ke pusat kota Aqaba. Dalam satu hari hanya tersedia 1 shuttle bus kecil pada jam-jam tertentu. Jika bus sudah penuh, kita terpaksa harus naik taksi yang tarifnya lumayan mahal dan tanpa argo. Saya tidak mengerti mengapa hotel sebesar ini tidak bisa menyediakan fasilitas shuttle bus yang lebih banyak, padahal tamu-tamu hotelnya ratusan orang per hari. 

 Banyak wanita memakai burkini di tempat umum, saya penasaran apakah burkini boleh di pakai di Aceh?

Malam hari itu kita menyempatkan diri untuk melihat-lihat pusat kota Aqaba. Karena Mohammad tidak tinggal di Tala Bay dan shuttle bus hotel sudah full, demi hemat kita berbagi taksi dengan orang lain untuk pergi ke kota. Lumayan lah, duit sisa taksi bisa dipakai untuk membeli shawarma buat kita berdua. Sok-sokan bergaya lokal, kita memilih membeli makanan di restoran kecil yang menunya tidak ada bahasa Inggrisnya. Untung saja penjualnya cukup sabar dan ramah melayani. Kita berdua seolah-olah menjadi pusat perhatian di restoran itu, bahkan mengundang perhatian dua anak kecil laki-laki yang kira-kira seumur SD. Mereka berdua bertanya-tanya non-stop dalam bahasa Arab. Saya hanya menangkap kata-kata seperti "...Jacky Chan?", lalu bocah yang satu lagi menunjuk ke temannya "...crezi, ...crezi" sambil memutar-mutar tangannya di samping kepala. Saya dan Titine tidak mengerti apa yang dibicarakan, tapi lumayan lucu dan menghibur si dua bocah bawel ini. 

 Suasana malam hari di Aqaba, seperti pasar malam

Suasana di downtown Aqaba ternyata jauh lebih meriah dibandingkan kota-kota lain di Jordan yang telah kita kunjungi. Hiruk pikuknya mengingatkan saya dengan pertokoan di Hong Kong. Toko yang paling populer di sana adalah toko yang menjual kacang-kacangan. Setiap pembeli paling tidak membawa dua bungkus besar seperti bersiap-siap mau lebaran saja. Saya tidak menyangka juga kalau Indomie sangat dikenal oleh masyarakat Jordan. Hampir di setiap toserba pasti menjual Indomie. Papan-papan iklan Indomie dalam bahasa Arab sering terpampang di pinggir jalan, saya tidak mengenal tulisannya, tapi warnanya identik sekali dengan Indomie. 

 Pedagang kain dan syal khas Jordan

 Toko penjual kacang, meriah sekali hiasan-hiasan di setiap tokonya

 Indomie...seleraku


Baca petualangan sebelumnya di Wadi Rum

No comments:

Post a Comment